Oleh: Abdullah Khairul Fattah
Pegiat Wirausaha Sosial dan Pemerhati Pendidikan
Allah berfirman dalam surat Al-Ahqaaf ayat 15 : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
Ayat diatas menjelaskan tentang hak ibu terhadap anaknya karena Ibu adalah seseorang yang sangat spesial bagi kita, tanpanya kita belum tentu ada didunia ini. Semua wanita adalah calon ibu, Pada massa Jahiliyah sebelum Rasulullah diutus membawa ajaran Islam wanita seakan tidak ada harganya, kelahiran anak seorang wanita dianggap sebuah aib bagi kepala keluarga. Bahkan khalifah kedua kita Umar ibn Khatab pernah membunuh bayinya karena seorang wanita dan itu menjadi penyesalan beliau yang sangat lama.
Hadirnya Islam membawa perubahan yang sangat drastis, keberadaan wanita yang di anggap adalah sebuah aib waktu zaman Jahiliyah itu berubah 180 drajat menjadi yang sangat di hormati dan di dimuliakan seperti sebuah hadist yang berbunyi :
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Apa yang mendasari Ibu menjadi seseorang yang sangat didahulukan dalam berbakti kepadanya. Jawabanya adalah karena usaha beliau dalam mengandung kita yang susah payah selama 9 bulan 10 hari lamanya, sakitnya melahirkan seakan-akan ruh mau keluar dari jasadnya, perihanya yang tidak terkira yang tidak bisa kita rasakan sakitnya seperti apa. Proses menyusui selama 2 tahun yang kita sendiri tidak akan pernah bisa membalas 1 tetespun air susu yang diberikan kepada kita. Belum lagi setelah itu kita dididik untuk mengenal mana yang baik mana yang buruk, mana yang halal mana yang haram hingga akhirnya kita dewasa dan berkeluarga.
Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliau berkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
Jika kita menghayati setiap kata yang disampaikan oleh Imam Adz-Dzahabi berikut ayat dan hadist diatas maka kita akan sadar betapa ibu adalah seorang yang sangat mulia, yang sangat tinggi drajatnya. Maka janganlah sampai kita menyakiti hatinya walaupun hanya mengucapkan kata “ah” apalagi sampai mendiaminya yang sangat begitu lama. Usianya semakin tua tentu semakin berkurang daya ingatnya, sehingga banyak terjadi kesalahan dalam bertutur kata, namun kesalahan itu tidak sebanding dengan pengorbanan yang ibu lakukan untuk kita. Anak perempuan ketika sudah menikah memang lepas tanggung jawab kepada orang tuanya dan lebih patuh pada suaminya. Namun anak laki-laki sampai kapanpun tanggung jawabnya masih akan terus ada selagi mereka masih ada. Setelah mereka tiadapun, seorang anak masih akan tetap mendoakannya, berbakti dan berbuat kebaikan untuk memberikan orang tuanya pahala. Itulah doa yang sholeh-sholehah.
Terlalu besar kasih sayang Ibu kepada kita, tidak akan mampu kita membalasnya, terlalu jauh perbedaan dengan kita sebagai anaknya. Karena Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Penggalan. Ingatlah seperti apa kita memperlakukan orang tua kita maka seperti itu pula anak kita akan memperlakukan kita. Percayalah Its Work. Sekecil apapun kebaikan dan keburukan akan dapat balasannya maka pilihlah kebaikan supaya hidup kita bahagia. Aamiin