Oleh : Abdullah Khairul Fattah
-Pegiat Wirausaha Sosial dan Pemerhati Pendidikan-
Ketika Makkah sudah ditaklukan oleh Kaum Muslimin , kurang lebih 2 tahun setelahnya Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji pertama dan terakhirnya, yang sama-sama kita kenal dengan sebutan Haji Wada atau haji perpisahan, perjalanan beliau dari Madinah ke Makkah.
Peristiwa Haji Wada’ merupakan simbol kesuksesan Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam di tengah-tengah bangsa Arab. Hanya butuh waktu 23 tahun Rasulullah mampu mengubah masyarakat Arab dari kehidupan jahiliyah menjadi lebih mapan secara moral dan religius. Syekh Mushtafa as-Siba’i dalam As-Sîrah an-Nabawiyah Durus wa ‘Ibar mencatat sebanyak 114.000 umat Islam dari Jazirah Arab dan sekitarnya turut serta menunaikan rukun Islam yang kelima itu. Pada versi lain, Safyurrahman al-Mubarakfuri dalam Ar-Raḫîqul Makhtûm melaporkan jumlah jamaah Haji Wada’ sebanyak 124.000 atau 140.000. Jumlah yang sangat fantastis untuk dakwah Nabi yang relatif singkat.
Selama 23 tahun pula Nabi Muhammad bersama sekalian umat Muslim harus merasakan beratnya melewati tantangan dan ujian di tengah kaum musyrikin. Harta dikorbankan, tenaga dikerahkan, pikiran didedikasikan, hingga nyawa pun siap menjadi taruhan jika memang untuk mempertahankan keimanan harus dibayar dengan nyawa.
Pada pagi hari itu, Nabi SAW memimpin khalayak kaum Muslimin bergerak menuju Padang Arafah. Mengutip buku Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haekal (terjemahan Ali Audah, 2014, hlm. 564-567). Nabi SAW kemudian tiba di Namirah, sebuah desa sebelah timur Arafah. Di sana, sudah dipasang kemah untuk beliau. Selanjutnya, Nabi SAW berangkat lagi hingga sampai dekat oasis di bilangan Uranah.
Maka berkumpullah lautan manusia dan Mereka siap menyimak pidato yang sangat mengharukan dari Rasulullah SAW.
“Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak kukatakan. Aku tidak tahu apakah aku dapat bertemu lagi dengan kalian setelah tahun ini. Maka dengarlah kata-kataku dengan teliti dan sampaikanlah kepada mereka yang tidak hadir disini”.
“Wahai manusia, seperti halnya kalian menganggap bulan dan kota ini sebagai kota suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang muslim sebagai amanah yang suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kalian kepada pemiliknya yang berhak. Jangan kau sakiti orang lain, agar ia tidak menyakitimu pula.”
“Wahai manusia! Sesungguhnya darahmu dan hartamu adalah haram (terlarang) bagimu, sampai datang masanya kamu menghadap Tuhan, dan pasti kamu menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggung jawaban atas perbuatanmu. Saya sudah menyampaikan ini. Maka barangsiapa yang telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya.”
“Ingatlah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhanmu, dan Dia pasti membuat perhitungan di atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba. Oleh karena itu, segala urusan yang melibatkan riba dibatalkan mulai sekarang.”
“Semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu. Jangan kamu berbuat aniaya terhadap orang lain, dan jangan pula kamu teraniaya. Allah telah menentukan bahwa tidak ada lagi riba, dan riba Abbas bin Abdul Muttalib semua sudah tidak berlaku. Semua tuntutan darah selama masa jahiliah tidak berlaku lagi, dan tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Ibn Rabi’a bin Harith bin Abdul Muttalib.”
Waspadalah terhadap setan demi keselamatan agamamu. Sesunggunya ia telah berputus asa untuk menyesatkanmu dalam perkara-perkara besar. Maka berjaga-jagalah supaya jangan sampai kamu disesatkan dalam perkara-perkara kecil.
“Wahai manusia! Hari ini syaitan sudah berputus asa untuk disembah di tanah ini selama-lamanya. Tetapi bila kamu perturutkan dia maka senanglah dia. Karena itu peliharalah agamamu ini sebaik-baiknya. Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada duabelas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan suci.”
“Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas istrimu, mereka juga mempunyai hak atasmu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka atasmu, maka mereka juga mempunyai hak atas nafkahmu secara lahir maupun batin, Layanilah mereka dengan baik dan berlaku lemah lembut terhadap mereka, karena sesungguhnya mereka adalah teman dan sahabatmu yang setia, serta halal hubungan suami-istri atas kalian. Dan kamu berhak melarang mereka memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumahmu.”
“Wahai manusia, dengarlah dengan sungguh-sungguh kata-kataku ini. Sembahlah Allah dan dirikanlah shalat lima waktu dalam sehari. Berpuasalah engkau di bulan Ramadhan. Tunaikan zakat dari harta yang kau miliki, serta tunaikan ibadah haji sekiranya engkau mampu melaksanakannya. Ketahuilah, bahwa setiap muslim adalah saudara dengan derajat yang sama, tidak seorang pun yang lebih mulia dari yang lainnya, kecuali dalam taqwa dan amal shaleh.”
“Ingatlah, bahwa kamu akan menghadap Allah pada suatu hari nanti. Dan pada hari itu, kamu akan dimintai pertanggungjawabkan segala yang kamu perbuat. Karena itu, waspadalah, jangan sampai kamu keluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku.”
“Wahai manusia, tidak akan ada lagi nabi dan rasul selepas ketiadaanku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh karena itu, wahai manusia, dengarlah dengan sungguh-sungguh dan pahamilah kata-kataku yang telah kusampaikan kepadamu. Sesungguhnya telah aku tinggalkan dua hal kepadamu, yakni Al Qur’an dan Sunnahku, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti keduanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selamanya.”
“Hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku menyampaikan kepada orang lain, dan hendaknya orang lain itu menyampaikan kepada yang lain. Semoga yang terakhir lebih memahami kata-kataku ini dari mereka yang hanya sekedar mendengar dariku tanpa memahaminya. Saksikanlah Ya Allah, bahwa telah aku sampaikan risalah ini kepada hamba-hamba-Mu.”
Selesai menyampaikan khutbahnya itu, Nabi SAW turun dari untanya. Beliau masih di tempat itu sampai pada waktu shalat zhuhur dan ashar.
Kemudian, beliau menaiki kembali untanya menuju Sakharat. Maka pada saat itulah, Nabi SAW membacakan firman Allah SWT yang turun: Alquran surah al-Maidah ayat tiga. Artinya, “Hari ini Aku sempurnakan agamamu bagimu dan Aku cukupkan karunia-Ku untukmu dan Aku pilihkan Islam menjadi agamamu.”
Mendengar itu, tiba-tiba Abu Bakar menangis. Saat ditanya orang-orang, dia mengungkapkan perasaannya. Dengan selesainya risalah Nabi, maka sudah dekat pula saatnya Nabi SAW akan menghadap Rabbnya.
Kebahagian dan kesedihan itu datang bersamaan, bahagia akhirnya Allah menetapkan agama Islam sempurna dan di ridhai-Nya. “ Sesungguhnya agama yang di ridhoi disisi Allah adalah Islam, QS. Al Imran: 19”. Sedih karena akhirnya para sahabat dan tabiin tidak bisa lagi melihat Rasulullah karena sudah semakin sedikit sisa kehidupan di dunia dan harus berpulang kembali kepada-Nya. Karenanya Ada beberapa poin yang bisa menjadi perhatian kita bersama terkait isi khutbah Rasulullah saat Haji Wada yaitu :
- Berharganya diri seorang Muslim : Beliau mengingatkan umat muslim bahwasanya nyawa dan hartanya begitu berharga dan tidak boleh diambil tanpa hak. Haram hukumnya seorang muslim membunuh lainnya dan juga mengambil hartanya.
- Dihapusnya adat Jahiliyah : Rasulullah memastikan bahwa adat-adat ini dihapuskan, mulai dari riba, membunuh anak perempuan, haji tanpa busana dan berbagai adat jahiliyyah lainnya. Segala adat ini tidak berharga lagi dan digantikan dengan syariat islam
- Penetapan Zaman : Hal ini bisa dilihat dari adanya 4 bulan suci yang mesti dijaga dengan baik yaitu Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dan menetapkan Haji mesti dbulan Dzulhijjah
- Menjaga hak dan menghormati Wanita
- Ditinggalkannya pegangan Hidup untuk kita berupa Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Semoga dari peristiwa Haji Wada ini kita dapat mengambil banyak pelajaran untuk kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari kita. sehingga kita bisa menjadi seorang muslim yang sebenar-benarnya muslim.